Aku Bersembunyi dalam Kertas

Suara gerbang rumah terbuka lebar oleh tangan seseorang yang aku dambakan. Tidak begitu asing karena bisa aku prediksi dari suara mesin motor lamanya. Keringat dingin mengalir deras disertai detak jantung yang keras selalu menemani kebahagiaanku setiap bertemu dengannya.

Artbleat.blogspot.com

"Vera, tolong bukain pintu buat Kak Gibran" teriak kakak perempuanku dari dalam toilet. "Iya-iyaa, mau lahiran ?  biasa aja kali teriaknya". Tangan yang sedang gemetar menarik gagang pintu, "Hi Vera, apa kabar ?" Sapanya dengan tarikan ujung bibir yang menurutku sangat manis. "Baik Kak" Jawabku gugup. Setiap kali datang kesini, dia tidak bosan menanyakan kabarku. Terdengar biasa saja tapi pertanyaan itu yang selalu aku nanti.

Sambil menunggu Kak Lisa selesai mandi, aku berbincang ringan dengan Kak Gibran di dalam kamar. Setiap tamu atau teman Kak Lisa yang datang akan menunggu di ruang kamar agar lebih leluasa ketika mengerjakan segala macam tugas kantor. Topik seputar kampus dan kantor adalah bahan perbincangan setiap pertemuan kami. Ingin mencari bahan lain tapi malah suka hilang begitu saja. Entah kenapa.

"Halo Gibran... How's your day ?" Sapa Kak Lisa yang mengejutkan obrolan kami. "It's all gonna be fine" jawab Kak Gibran pelan. "What's going on ? " Tanggap Kak Lisa dengan ekspresi heran. Gaya bicara mereka terlampau melebihi kata serius. Tapi aku tidak bosan, sebab mata dan pikiranku selalu fokus pada satu objek yang membuatku betah berlama-lama duduk di lantai.

Setiap kali duduk di depannya, aku menyempatkan diri untuk memangku kertas putih polos. Lalu ku ukir diam-diam setiap kerutan wajahnya. Ini satu-satunya cara menenangkan hati dalam rindu. Sudah tersimpan susunan kertas hasil goresan wajah laki-laki  itu yang aku ambil dari berbagai sudut pandang. Entah dia tahu  atau tidak. Aku tidak perduli, yang penting bisa mengenangnya setiap hari.

Beberapa bulan kemudian, aku dapat kabar dari Kak Vera bahwa Kak Gibran akan berangkat ke London untuk menjalani program beasiswa selama 1 tahun. Seminggu sebelum keberangkatan, ia berkunjung ke rumahku untuk pamitan ke Kak Lisa. Mereka sudah berteman baik semenjak 2 tahun lalu. Seperti biasa, mereka menghabiskan waktu mengobrol panjang sebelum keberangkatan Kak Gibran tiba.

Aku menunggu di teras rumah. Sedih rasanya tidak akan melihat wajah nyata itu selama 12 bulan lamanya. Di samping sedih, aku juga bangga karena dia mampu mewujudkan mimpinya menjadi nyata.

Lamunanku tiba-tiba lebur akibat sentuhan lembut di pundak kiriku. "Vera, aku pamit dulu ya. Semoga kita bisa bertemu lagi tahun depan" Kata laki-laki bermata sipit itu sambil tersenyum. "Oh iya kak, see you next year" Jawabku gugup lagi.

Ketika mau keluar melalui gerbang, Kak Gibran tiba-tiba kembali menghampiriku ke depan pintu rumah, "Vera tadi aku tidak sengaja menemukan ini di kamar" dia menyodorkan sebongkah kertas berisi sketsa wajahnya. Aku pun sontak terkejut malu bercampur keringat dingin yang lebih deras dari sebelumnya. Sekujur tubuhku gemetaran. Aku tidak berani menatap laki-laki pujaanku itu.

"Iya kak itu anu... Itu anu kak...hmmm" Sanggahku malu. Tiba-tiba dia memelukku erat. Mataku terbelalak bingung. Mulut tidak bisa berkata-kata lagi. "Vera sebenarnya aku suka kamu. Lukisan ini membuktikan rasamu yang sebenarnya. Kalau tidak bisa menjelaskan ya tidak apa-apa" Bisiknya. Dia berjalan keluar menuju gerbang dan melambaikan tangan padaku. Aku hanya bisa tersenyum bahagia bercampur lega. 



Comments

  1. Moga lebih cihuy lagi ceritanya, kak.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya terima kasih udah sempatin baca dan tentunya bakal aku perbaiki lagi kak hehe

      Delete
  2. Njirrr keren abesss, btw jago banget nih, ane terguncyang dengan sudut pandangnya ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah waah terima kasih sudah nyempatin baca hehe

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

KESEHATAN ANAK : Hindari Kebiasaan Buruk pada Rongga Mulut/Gigi

21st Century Online Bootcamp by Sprout Academy SEA

Masjid Klenteng Al Ridwan